PENGEMBANGAN PENDIDIKAN BERKARAKTER
PENDIDIKAN BERKARAKTER
NAMA : LILY HELDA FATIA
NIM : ACC
110 047
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
2011
KATA PENGANTAR
Puji
syukur saya penjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena tanpa Berkah dan
Rahmanya Saya tidak dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini bertulisan tentang Pendidikan Berkarakter. Pendidikan karakter
ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu
mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab
berdasarkan falsafah Pancasila. Hal ini sekaligus menjadi upaya untuk mendukung
perwujudan cita-cita sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD
1945.
Upaya
pembentukan karakter sesuai dengan budaya bangsa ini tentu tidak semata-mata
hanya dilakukan di sekolah melalui serangkaian kegiatan belajar mengajar dan
luar sekolah, akan tetapi juga melalui pembiasaan (habituasi) dalam
kehidupan, seperti: religius, jujur, disiplin, toleran, kerja keras, cinta
damai, tanggung-jawab, dan sebagainya. Pedoman ini ditujukan kepada semua warga
pada setiap satuan pendidikan (dasar sampai menengah) melalui serangkaian
kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian yang bersifat komprehensif.
Perencanaan di tingkat satuan pendidikan pada dasarnya adalah melakukan penguatan
dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Pedoman ini
dikembangkan berdasarkan atas pengalaman beberapa satuan pendidikan yang telah
mengimplementasikannya. Hasil-hasil pengalaman itu diperoleh melalui
pelaksanaan (piloting) yang dilakukan Pusat Kurikulum pada tahun 2010. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi Kita semua. Dan apabila terdapat kesalahan
dalam penulisan makalah ini Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kritik dan
saran yang membangun Saya terima agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Atas Partisipasinya Saya ucapkan Terima Kasih.
Palangkaraya,
Desember 2011
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia
dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan.
Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat
penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Kepedulian pada karakter telah dirumuskan pada fungsi
dan tujuan pendidikan bagi masa depan bangsa ini. Pasal ini juga bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab". Ketentuan undang-undang tersebut dapat dimaknai bahwa pendidikan
nasional mendorong terwujudnya generasi penerus bangsa yang memiliki karakter
religius, berakhlak mulia, cendekia, mandiri, dan demokratis. Seiring dengan
tujuan pendidikan ini pula, Kemendiknas mulai tahun 2010 ini mencanangkan
pembangunan karakter bangsa dengan empat nilai inti, yaitu jujur, cerdas,
tangguh, dan peduli. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya, dan adat istiadat. Pada
salah satu sarasehan nasional yang diselenggarakan Kemendiknas pada 14 Januari
2010 dideklarasikan tentang "Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa"
sebagai gerakan nasional. Deklarasi nasional tersebut harus secara jujur diakui
disebabkan oleh kondisi bangsa ini yang semakin menunjukkan perilaku tidak
terpuji dan tidak menghargai budaya bangsa.
B. Tujuan
Makalah
ini betujuan untuk mengetahui pengembangan Pendidikan Karakter dan
pentingnya Pendidikan Berkarakter Di Sekolah.
C. Rumusan
Masalah
1. Bagaiman tahapan pengembangan
karakter dan prinsip-prinsip Pendidikan Karakter?
2. Apa saja nilai-nilai karakter untuk
Siswa?
3. Bagaimana bentuk-bentuk Pembelajaran Terpadu Yang Bekarakter ?
D. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan agar dapat
bermanfaat serta menambah pengetahuan dan wawasan kepada pembaca tentang Pendidikan
Berkarakter. Agar pendidikan di masa yang akan datang dapat
meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang diberikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Teori
Karakter
menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi
pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun
berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan
berwatak”. Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang
berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama,
lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan
mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran,
emosi dan motivasinya (perasaannya). Pendidikan karakter
adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap
Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan
sehingga menjadi manusia insan kamil. Penyelenggaraan pendidikan karakter di
sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya
dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang
bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi,
dan lingkungan sekolah itu sendiri. Dalam pendidikan karakter
di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan,
termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata
pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan
ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja
seluruh warga dan lingkungan sekolah. Pembinaan karakter
juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta
direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai upaya
untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan
karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan
grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan
pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional
pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang
pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan
sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional
development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik
(Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and
Creativity development). Pengembangan dan implementasi
pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada
grand design tersebut. Menurut UU No 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan
bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal
yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Materi pembelajaran yang berkaitan
dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan,
dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif,
tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan
peserta didik sehari-hari di masyarakat. Pendidikan karakter di sekolah juga
sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang
dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan
dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai.
Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan,
muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan,
dan komponen terkait lainnya. Pendidikan karakter adalah
suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri,
sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan
kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk
komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata
pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan
ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja
seluruh warga dan lingkungan sekolah. Pendidikan karakter pada tingkatan
institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang
melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang
dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah.
Sekolah-sekolah yang selama ini telah berhasil melaksanakan
pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best
practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah
lainnya.
B. Tahapan
Pengembangan Karakter
Pengembangan
atau pembentukan karakter diyakini perlu dan penting untuk dilakukan oleh sekolah
dan stakeholders-nya untuk menjadi pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan
karakter di sekolah. Kegiatan pembinaan kesiswaan merupakan kegiatan pendidikan
yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka. Kegiatan tersebut dilaksanakan
di dalam dan/atau di luar lingkungan sekolah dalam rangka memperluas pengetahuan,
meningkatkan keterampilan, dan menginternalisasi nilai-nilai atau aturan-aturan
agama serta norma-norma sosial baik lokal, nasional, maupun global untuk
membentuk insan yang seutuhnya. Adapun tujuan kegiatan pembinaan kesiswaan
adalah sesuai dengan yang tercantum dalam Permendiknas No. 39 Tahun 2008,
yaitu:
a. Mengembangkan
potensi siswa secara optimal dan terpadu yang meliputi bakat, minat dan
kretivitas.
b. Memantapkan
kepribadian siswa untuk mewujudkan ketahanan sekolah sebagai lingkungan pendidikan
sehingga terhindar dari usaha dan pengaruh negatif dan bertentangan dengan
tujuan pendidikan
c. Mengaktualisasikan
potensi siswa dalam pencapaian prestasi unggulan sesuai bakat dan minat
d. Menyiapkan
siswa agar menjadi warga masyarakat yang berakhlak mulia, demokratis,
menghormati hak-hak asasi manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat madani.
Karakter
dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan
kebiasaan (habit). Karakter menjangkau
wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen
karakter yang baik yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral
feeling atau perasaan (penguatan emosi) tentang moral, dan moral action atau
perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau warga
sekolah lain yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat
memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai
kebajikan (moral). Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral knowing yang akan
mengisi ranah kognitif adalah kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan
tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang
(perspective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil
sikap (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge). Moral feeling
merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia
berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus
dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience),
percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty),
cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), kerendahan
hati (humility). Moral action merupakan perbuatan atau tindakan moral yang
merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami
apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus
dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu kompetensi (competence), keinginan
(will), dan kebiasaan (habit). Dengan demikian karakter dikembangkan melalui
tiga langkah, yakni mengembangkan moral knowing, kemudian moral feeling, dan
moral action. Kegiatan ekstra kurikuler yang diselenggarakan sekolah merupakan
salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan
peningkatan mutu akademik peserta didik. Melalui kegiatan ekstra kurikuler
diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta
potensi dan prestasi peserta didik.
Pembinaan dalam Pendidikan Karakter dapat melalui Pembinaan seperti
kegiatan pembinaan kesiswaan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling
untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi,
bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan
oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan
di sekolah. Hal ini berfungsi sebagi kegiatan pembinaan kesiswaan yang meliputi
:
a. Pengembangan,
yaitu fungsi kegiatan pembinaan kesiswaan untuk mengembangkan kemampuan dan
kreativitas peserta didik sesuai dengan potensi, bakat dan minat mereka.
b. Sosial,
yaitu fungsi kegiatan pembinaan kesiswaan untuk mengembangkan kemampuan dan
rasa tanggung jawab sosial peserta didik.
c. Rekreatif,
yaitu fungsi kegiatan pembinaan kesiswaan untuk mengembangkan suasana rileks,
mengembirakan dan menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang proses
perkembangan.
d. Persiapan
karir, yaitu fungsi kegiatan pembinaan kesiswaan untuk mengembangkan kesiapan
karir peserta didik.
Menurut
UU no 20 tahun 2003 pasal 3 menyebutkan pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter bangsa yang bermartabat. Ada 9
pilar pendidikan berkarakter, diantaranya adalah:
1. Cinta
tuhan dan segenap ciptaannya
2. Tanggung
jawab, kedisiplinan dan kemandirian
3. Kejujuran
/amanah dan kearifan
4. Hormat
dan santun
5. Dermawan,
suka menolong dan gotong royong/ kerjasama
6. Percaya
diri, kreatif dan bekerja keras
7. Kepemimpinan
dan keadilan
8. Baik
dan rendah hati
9. Toleransi
kedamaian dan kesatuan
Ke-9
karakter tersebut dapat di terapkan oleh Guru di seriap pembelajaran di Kelas
agar dapat menciptakan siswa-siswi yang berkarakter kuat dan amanah.
Pendidikan
karakter harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Mempromosikan
nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.
2. Mengidentifikasi
karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku.
3. Menggunakan
pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter.
4. Menciptakan
komunitas sekolah yang memiliki kepedulian .
5. Memberi
kesempatan kpeada peserta didik untuk menunjukkan perilaku yang baik
6. Memiliki
cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua
peserta didik, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses.
7. Mengusahakan
tumbuhnya motivasi diri pada para peserta didik.
8. Memfungsikan
seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk
pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama.
9. Adanya
pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif
pendidikan karakter.
10. Memfungsikan
keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.
11. Mengevaluasi
karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan
manifestasi karakter posisitf dalam kehidupan peserta didik.
C. Monitoring
dan Evaluasi
Monitoring merupakan serangkaian kegiatan untuk memantau proses
pelaksanaan program pembinaan pendidikan karakter. Fokus kegiatan monitoring
adalah pada kesesuaian proses pelaksanaan program pendidikan karakter
berdasarkan tahapan atau prosedur yang telah ditetapkan. Evaluasi cenderung
untuk mengetahui sejauhmana efektivitas program pendidikan karakter berdasarkan
pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Hasil monitoring digunakan sebagai
umpan balik untuk menyempurnakan proses pelaksanaan program pendidikan
karakter. Monitoring dan Evaluasi secara umum bertujuan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kualitas program pembinaan pendidikan karakter sesuai dengan perencanaan
yang telah ditetapkan. Lebih lanjut secara rinci tujuan monitoring dan evaluasi
pembentukan karakter adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pengamatan dan pembimbingan secara langsung
keterlaksanaan program pendidikan karakter di Sekolah.
2. Memperoleh
gambaran mutu pendidikan karakter di Sekolah secara umum.
3. Meelihat
kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan program dan mengidentifikasi
masalah yang ada, dan selanjutnya mencari solusi yang komprehensif agar program
pendidikan karakter dapat tercapai.
4. Mengumpulkan
dan menganalisis data yang ditemukan di lapangan untuk menyusun rekomendasi
terkait perbaikan pelaksanaan program pendidikan karakter ke depan.
5. Memberikan
masukan kepada pihak yang memerlukan untuk bahan pembinaan dan peningkatan
kualitas program pembentukan karakter.
6. Mengetahui
tingkat keberhasilan implementasi program pembinaan pendidikan karakter di
Sekolah.
D. Nilai-Nilai
Karakter Untuk Siswa
Sekolah
dapat mengidentifikasi nilai-nilai utama sebagai fokus internalisasi.
Nilai-nilai utama sebagai fokus tersebut dapat berupa nilai-nilai yang secara
nasional dan/atau universal (lintas agama/keyakinan dan lintas
bangsa/ras/etnis) dianut. Nilai-nilai lainnya dapat terinternalisasikan secara
otomatis sebagai akibat iringan/ikutan dari proses internalisasi nilai-nilai
utama tersebut.
Penekanan
internalisasi nilai-nilai utama tertentu pada pendidikan karakter telah dianut
oleh sejumlah negara. Australia, misalnya, melalui Values Education (Pendidikan
Nilai) yang dikembangkannya menekankan pada diperkenalkan, disadari, dan
diinternalisasinya sembilan karakter utama, yaitu:
1. Care
and compassion
2. Doing
your best
3. Fair
go
4. Freedom
5. Honesty
and trustworthiness
6. Integrity
7. Respect
8. Responsibility
9. Understanding,
tolerance, and inclusion
Berikut
merupakan nilai-nilai karakter yang dapat dijadikan sekolah sebagai nilai-nilai
utama yang ditargetkan untuk diinternalisasi oleh siswa:
a. Nilai
karakter dalam hubungannya dengan Tuhan
b. Nilai
karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri
c. Nilai
karakter dalam hubungannya dengan sesama
d. Nilai
karakter dalam hubungannya dengan lingkungan
E. Bentuk-Bentuk
Pembelajaran Terpadu Yang Bekarakter
Menurut
Cohen dalam Degeng (1989), terdapat tiga kemungkinan variasi pembelajaran
terpadu yang berkenaan dengan pendidikan yang dilaksanakan dalam suasana
pendidikan progresif yaitu kurikulum terpadu (integrated curriculum), hari
terpadu (integrated day), dan pembelajaran terpadu (integrated learning).
Kurikulum terpadu adalah kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata
pelajaran melalui suatu tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang
bermakna sehingga batas antara berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh
dikatakan tidak ada. Hari terpadu berupa perancangan kegiatan siswa dari
sesuatu kelas pada hari tertentu untuk mempelajari atau mengerjakan berbagai
kegiatan sesuai dengan minat mereka. Sementara itu, pembelajaran terpadu
menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur
yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai titik
pusatnya (center core/center of interst).
Lebih lanjut, model-model pembelajaran inovatif dan terpadu yang mungkin
dapat diadaptasi, seperti yang ditulis oleh Trianto, 2009, dalam bukunya yang
berjudul Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik adalah sebagai
berikut :
a. Fragmentasi
Dalam model ini, suatu disiplin yang berbeda dan terpisah dikembangkan merupakan suatu kawasan dari suatu mata pelajaran.
Dalam model ini, suatu disiplin yang berbeda dan terpisah dikembangkan merupakan suatu kawasan dari suatu mata pelajaran.
b. Koneksi
Dalam model ini, dalam setiap topik ke topik, tema ke tema, atau konsep ke konsep isi mata pelajaran dihubungkan secara tegas.
Dalam model ini, dalam setiap topik ke topik, tema ke tema, atau konsep ke konsep isi mata pelajaran dihubungkan secara tegas.
c. Sarang
Dalam model ini, guru mentargetkan variasi keterampilan (sosial, berpikir, dan keterampilan khusus) dari setiap mata pelajaran.
Dalam model ini, guru mentargetkan variasi keterampilan (sosial, berpikir, dan keterampilan khusus) dari setiap mata pelajaran.
d. Rangkaian/Urutan
Dalam model ini, topik atau unit pembelajaran disusun dan diurutkan selaras dengan yang lain. Ide yang sama diberikan dalam kegiatan yang sama sambil mengingatkan konsep-konsep yang berbeda.
Dalam model ini, topik atau unit pembelajaran disusun dan diurutkan selaras dengan yang lain. Ide yang sama diberikan dalam kegiatan yang sama sambil mengingatkan konsep-konsep yang berbeda.
e. Patungan
Dalam model ini, perencanaan dan pembelajaran menyatu dalam dua disiplin yang konsep/gagasannya muncul saling mengisi sebagai suatu sistem.
Dalam model ini, perencanaan dan pembelajaran menyatu dalam dua disiplin yang konsep/gagasannya muncul saling mengisi sebagai suatu sistem.
f. Jala-jala
Dalam model ini, tema/topik yang bercabang ditautkan ke dalam kurikulum. Dengan menggunakan tema itu, pembelajaran mencari konsep/gagasan yang tepat.
Dalam model ini, tema/topik yang bercabang ditautkan ke dalam kurikulum. Dengan menggunakan tema itu, pembelajaran mencari konsep/gagasan yang tepat.
g. Untaian
Simpul
Dalam model ini, pendekatan
metakurikuler menjalin keterampilan berpikir, sosial, intelegensi, teknik, dan
keterampilan belajar melalui variasi disiplin.
h. Integrasi
Dalam model ini, pendekatan interdisipliner memasangkan antar mata pelajaran untuk saling mengisi dalam topik dan konsep dengan beberapa tim guru dalam model integrasi riil.
Dalam model ini, pendekatan interdisipliner memasangkan antar mata pelajaran untuk saling mengisi dalam topik dan konsep dengan beberapa tim guru dalam model integrasi riil.
i. Peleburan
Dalam model ini, suatu disiplin menjadi bagian yang tak terpisahkan dari keahliannya, para pebelajar menjaring semua isi melalui keahlian dan meramu ke dalam pengalamannya.
Dalam model ini, suatu disiplin menjadi bagian yang tak terpisahkan dari keahliannya, para pebelajar menjaring semua isi melalui keahlian dan meramu ke dalam pengalamannya.
j. Jaringan
Dalam model ini, pebelajar menjaring semua pembelajaran melalui pandangan keahliannya dan membuat jaringan hubungan internal mengarah ke jaringan eksternal dari keahliannya yang berkaitan dengan lapangan.
Dalam model ini, pebelajar menjaring semua pembelajaran melalui pandangan keahliannya dan membuat jaringan hubungan internal mengarah ke jaringan eksternal dari keahliannya yang berkaitan dengan lapangan.
F. Pendidikan
Karakter dalam keterpaduan Pembelajaran
Konsekuensi dari pembelajaran terpadu, maka
modus belajar para siswa harus bervariasi sesuai dengan karakter masing-masing
siswa Variasi belajar itu dapat berupa membaca bahan rujukan, melakukan
pengamatan, melakukan percobaan, mewawancarai nara sumber, dan sebagainya
dengan cara kelompok maupun individual. Terselenggaranya variasi modus belajar para
siswa perlu ditunjang oleh variasi modus penyampaian pelajaran oleh para guru.
Kebiasaan penyampaian pelajaran secara eksklusif dan pendekatan ekspositorik hendaknya
dikembangkan kepada pendekatan yang lebih beragam seperti diskoveri dan
inkuiri. Kegiatan penyampaian informasi, pemantapan konsep, pengungkapan
pengalaman para siswa melalui monolog oleh guru perlu diganti dengan modus
penyampaian yang ditandai oleh pelibatan aktif para siswa baik secara
intelektual (bermakna) maupun secara emosional (dihayati kemanfaatannya)
sehingga lebih responsif terhadap upaya mewujudkan tujuan utuh pendidikan.
Dengan bekal varisai modus pembelajaran tersebut, maka skenario pembelajaran
yang di dalamnya terkait pendidikan karakter bangsa seperti contoh berikut ini
dapat
dilaksanakan lebih bermakna. Penempatan
Pendidikan karakter diintegrasikan dengan semua mata pelajaran tidak berarti
tidak memiliki konsekuensi. Oleh karena itu, perlu ada komitmen untuk
disepakati dan disikapi dengan saksama sebagai kosekuensi logisnya. Pendidikan
karakter (sebagai bagian dari kurikulum) yang
terintegrasikan dalam semua mata pelajaran, dalam proses pengembangannya
haruslah mencakupi tiga dimensi yaitu kurikulum sebagai ide, kurikulum sebagai
dokumen, dan kurikulum sebagai proses (Hasan, 2000) terhadap semua mata
pelajaran yang dimuati pendidikan karakter bangsa. Lebih lanjut, Hasan (2000)
mengurai bahwa pengembangan ide berkenaan dengan folisifi kurikulum, model
kurikulum, pendekatan dan teori belajar, pendekatan atau model evaluasi.
Pengembangan dokumen berkaitan dengan keputusan tentang informasi dan jenis
dokumen yang akan dihasilkan, bentuk/format Silabus, dan komponen kurikulum
yang harus dikembangkan. Sementara itu, pengembangan proses berkenaan dengan
pengembangan pada tataran empirik seperti RPP, proses belajar di kelas, dan
evaluasi yang sesuai. Agar pengembangan proses ini merupakan kelanjutan dari
pengembangan ide dan dokumen haruslah didahului oleh sebuah proses sosialisasi
oleh orang-orang yang terlibat dalam kedua proses, atau paling tidak pada
proses pengembangan kurikulum sebagai dokumen. Dalam pembelajaran terpadu agar pembelajaran
efektif dan berjalan sesuai harapan ada persyaratan yang harus dimiliki yaitu
kejelian profesional para guru dalam mengantisipasi pemanfaatan berbagai
kemungkinan arahan pengait yang harus dikerjakan para siswa untuk menggiring
terwujudnya kaitan-kaitan koseptual intra atau antarmata bidang
studi dan penguasaan material
terhadap bidang-bidang studi yang perlu dikaitkan (Joni, 1996). Berkaitan
dengan Pendidikan karakter bangsa sebagai pembelajaran yang terpadu dengan
semua mata pelajaran arahan pengait yang dimaksudkan dapat berupa pertanyaan
yang harus dijawab atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh para siswa yang
mengarah kepada perkembangan pendidikan karakter bangsa dan pengembangan
kualitas kemanusiaan.
G. Pembelajatan
Kontekstual
Pada
dasarnya pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang membantu
guru dalam mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata, dan memotivasi
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan
mereka. Pembelajaran kontekstual menerapkan sejumlah prinsip belajar.
Prinsip-prinsip tersebut secara singkat dijelaskan berikut ini :
a. Konstruktivisme
(Constructivism)
Konstrukstivisme
adalah teori belajar yang menyatakan bahwa orang menyusun atau membangun
pemahaman mereka dari pengalaman-pengalaman baru berdasarkan pengetahuan awal
dan kepercayaan mereka. Seorang guru perlu mempelajari budaya, pengalaman hidup
dan pengetahuan, kemudian menyusun pengalaman belajar
yang memberi siswa kesempatan baru untuk memperdalam pengetahuan tersebut. Pemahaman konsep yang mendalam dikembangkan melalui
pengalaman-pengalaman belajar autentik dan bermakna yang mana guru mengajukan
pertanyaan kepada siswa untuk mendorong aktivitas berpikirnya. Pembelajaran
hendaknya dikemas menjadi proses „mengkonstruksi‟ bukan „menerima‟ pengetahuan.
Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui
keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar.
b. Bertanya
(Quenstioning)
Penggunaan pertanyaan untuk
menuntun berpikir siswa lebih baik daripada sekedar memberi siswa informasi
untuk memperdalam pemahaman siswa. Siswa belajar mengajukan pertanyaan tentang
fenomena, belajar bagaimana menyusun pertanyaan yang dapat diuji, dan belajar
untuk saling bertanya tentang bukti, interpretasi, dan penjelasan. Pertanyaan
digunakan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir
siswa. Pembelajaran
yang menggunakan pertanyaan-pertanyaan untuk menuntun siswa mencapai tujuan
belajar dapat mengembangkan berbagai karakter, antara lain berfikir kritis dan
logis, rasa ingin tahu, menghargai pendapat orang lain, santun, dan percaya
diri.
c. Inkuiri
(Inquiry)
Inkuiri adalah proses
perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman, yang diawali dengan pengamatan
dari pertanyaan yang muncul. Jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut didapat
melalui siklus menyusun dugaan, menyusun hipotesis, mengembangkan cara
pengujian hipotesis, membuat pengamatan lebih jauh, dan menyusun teori serta
konsep yang berdasar pada data dan pengetahuan. Di dalam pembelajaran
berdasarkan inkuiri, siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
saat mereka berdiskusi dan menganalisis bukti, mengevaluasi ide dan proposisi,
merefleksi validitas data, memproses, membuat kesimpulan. Kemudian menentukan
bagaimana mempresentasikan dan menjelaskan penemuannya, dan menghubungkan
ide-ide atau teori untuk mendapatkan konsep.
d.
Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat
belajar adalah sekelompok siswa yang terikat dalam kegiatan belajar agar
terjadi proses belajar lebih dalam. Semua siswa harus mempunyai kesempatan
untuk bicara dan berbagi ide, mendengarkan ide siswa lain dengan cermat, dan
bekerjasama untuk membangun pengetahuan dengan teman di dalam kelompoknya.
Konsep ini didasarkan pada ide bahwa belajar secara bersama lebih baik daripada
belajar secara individual. Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi jika tidak
ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan
untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu.
e. Pemodelan
(Modeling)
Pemodelan
adalah proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja, dan
belajar. Pemodelan tidak jarang memerlukan siswa untuk berpikir dengan
mengeluarkan suara keras dan mendemonstrasikan apa yang akan dikerjakan siswa.
Pada saat pembelajaran, sering guru memodelkan bagaimana agar siswa belajar.
Guru menunjukkan bagaimana melakukan sesuatu untuk mempelajari sesuatu yang
baru. Guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan
siswa.
f. Refleksi
(Reflection)
Refleksi
memungkinkan cara berpikir tentang apa yang telah siswa pelajari dan untuk
membantu siswa menggambarkan makna personal siswa sendiri. Di dalam refleksi,
siswa menelaah suatu kejadian, kegiatan, dan pengalaman serta berpikir tentang
apa yang siswa pelajari, bagaimana merasakan, dan bagaimana siswa menggunakan
pengetahuan baru tersebut. Refleksi dalam pembelajaran antara lain dapat
menumbuhkan kemampuan berfikir logis dan kritis, mengetahui kelebihan dan
kekurangan diri sendiri, dan menghargai pendapat orang lain.
g. Penilaian
Autentik (Authentic Assessment)
Penilaian
autentik sesungguhnya adalah suatu istilah yang diciptakan untuk menjelaskan
berbagai metode penilaian alternatif. Berbagai metode tersebut memungkinkan
siswa dapat mendemonstrasikan kemampuannya untuk menyelesaikan tugas-tugas,
memecahkan masalah, atau mengekspresikan pengetahuannya dengan cara
mensimulasikan situasi yang dapat ditemui di dalam dunia nyata di luar
lingkungan sekolah. Berbagai simulasi tersebut semestinya dapat mengekspresikan
prestasi (performance) yang ditemui di dalam praktek dunia nyata seperti tempat
kerja. Penilaian autentik seharusnya dapat menjelaskan bagaimana siswa
menyelesaikan masalah dan dimungkinkan memiliki lebih dari satu solusi yang
benar. Strategi penilaian yang cocok dengan kriteria yang dimaksudkan adalah
suatu kombinasi dari beberapa teknik penilaian.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Proses
pengembangan Pendidikan karakter sebagai pembelajaran terpadu harus diproses
seperti kurikulum lainya yaitu sebagai ide, dokumen, dan proses; kejelian
profesional dan penguasaan materi; dukungan pendidikan luar sekolah; arahan
spontan dan penguatan segera; penilaian beragam; difusi, inovasi dan
sosialisasi adalah komitmen-komitmen yang harus diterima dan disikapi dalam
pencanangan pembelajaran terpadu Pendidikan karakter bangsa. Pendidikan karakter di sekolah
sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam
keluarga. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik
sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi
dengan masyarakat.
Pengembangan Pendidikan Berkarakter ini dapat di lihat bakat dan minat dari
siswa dengan mengikuti kegiatan ekstrakulikuler.
B.
Saran
Pendidikan
karakter diharapkan menjadi kegiatan-kegiatan diskusi, simulasi, dan penampilan
berbagai kegiatan sekolah untuk itu guru diharapkan lebih aktif dalam
pembelajarannya. Lingkungan Sekolah juga dapat membentuk Pendidikan yang
Berkarakter bagi Siswa. Dalam pengembangan Pendidikan Berkarakter harus lebih
di perhatikan kegiatan ekstrakulikuler hal tersebut sangat bermanfaat bagi
pembentukan karakter Siswa dalam mengembangan bakat serta minat yang ada di
dalam diri Siswa.
C.
Daftar Pustaka
SEMOGA BERMANFAAT ^,^
0 komentar:
Posting Komentar